Teori perkembangan kognitif
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget,
seorang psikolog
Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak
konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan,
yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan
dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada
kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema
tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan
perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi
secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme,
yang berarti, tidak seperti teori nativisme
(yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan
kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi
dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget
memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami
dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin
canggih seiring pertambahan usia:
- Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
- Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
- Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
- Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi
lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi
dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode
sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat
bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting
dalam enam sub-tahapan:
- Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
- Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
- Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis
muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur
melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya
masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang
orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan
muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya.
Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar.
Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di
permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama
lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya.
Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain
semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan
menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam
sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian
tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme
(anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir
kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan
cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya
sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu
ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap
operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada
di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat
pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan
untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan
dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami
hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu
hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi
berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral,
perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak
sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran
dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
- Universal (tidak terkait budaya)
- Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
- Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
- Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
- Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan.
Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema
berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami
dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang
terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan
Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan
pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan,
informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau
mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki
skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal
anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan
bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat,
mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema
yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang
baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada.
Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi
pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang
sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan
memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu
pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian
skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah
ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama
sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang
burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi
binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah
dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya.
Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai
keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur
kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar
keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses
penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima
pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif
mengkonstruksi pengetahuannya.
Isu dalam perkembangan kognitif[1]
Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan
psikologi secara umum.
Tahapan perkembangan
- Perbedaan kualitatif dan kuantitatif
Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan
perbedaan kualitas atau kuantitas kognisi.
- Kontinuitas dan diskontinuitas
Kontroversi ini membahas
apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan atau
proses terputus pada tiap tahapannya.
- Homogenitas dari fungsi kognisi
Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu
Natur dan nurtur
Kontroversi natur dan nurtur berasal
dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat empirisme.
Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir
telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa
kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman.
Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat
kecerdasan,
namun terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun
dibandingkan dengan usia 15 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar